Diplomasi untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia:
1. Perundingan Hooge Veluwe
Perundingan
dilaksanakan di Hooge Veluwe pada tanggal 14-24 April 1946. Perundingan Hooge
Veluwe membahas pokok permasalahan, antara lain:
- Substansi
konsep perjanjian atau protokol sebagai bentuk kesepakatan penyelesaian
persengketaan yang akan dihasilkan nantinya oleh perundingan Hoge Veluwe.
- Membahas
yang diajukan dalam konsep protokol Belanda seperti Persemakmuran
(Gemeenebest); negara merdeka (Vrij-staat).
- Membahas
struktur negara berdasarkan federasi.
- Membahas
mengenai batas wilayah kekuasaan de facto RI, yang hanya meliputi pulau
Jawa.
2. Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati
dilakukan pada tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon,
dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris.Pada 7 Oktober 1946 Lord
Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah Indonesia dan Belanda ke
meja perundingan yang berlangsung di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di
Jakarta. Dalam perundingan ini masalah gencatan senjata yang tidak mencapai
kesepakatan akhirnya dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin oleh Lord
Killearn. Hasil kesepakatan di bidang militer sebagai berikut:
Tokoh Perjanjian Linggarjati
·
Pemerintah Indonesia,
diwakili oleh Sutan Syahrir (ketua), A. K. Gani, Susanto Tirtoprojo, Mohammad
Roem.
·
Pemerintah Belanda,
diwakili oleh Wim Schermerhorn (ketua), H. J. van Mook, Max van Pool, F. de
Boer.
· Pemerintah Inggris, selaku mediator atau penengah diwakili oleh Lord Killearn.
- Gencatan
senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas
dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
- Dibentuk
sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis
pelaksanaan gencatan senjata.
Hasil Perundingan
Linggarjati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk
(sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya sebagai berikut:
- Belanda
mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatra, Jawa dan Madura.
- Belanda
harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
- Republik
Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia
Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya
adalah Republik Indonesia.
- Republik
Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia – Belanda
dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
3. Perjanjian Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang terjadi pada tanggal 18 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin.
Isi perjanjian Renville, antara lain
sebagai berikut:
- Belanda
tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai dengan terbentuknya
Republik Indonesia Serikat (RIS).
- Sebelum
RIS dibentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada
pemerintah federal.
- RIS
mempunyai kedudukan sejajar dengan Negara Belanda dalam Uni
Indonesia-Belanda.
- Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS.
Kerugian-kerugian yang
diderita bangsa Indonesia dari perjanjian Renville adalah sebagai berikut:
- Indonesia
terpaksa menyetujui dibentuknya Negara Indonesia serikat melalui masa
peralihan.
- Indonesia
kehilangan sebagian daerahnya karena garis Van Mook terpaksa harus diakui
sebagai daerah kekuasaan Belanda.
- Pihak
republik harus menarik seluruh pasukannya yang ada di daerah kekuasaan
Belanda dan dari kantong-kantong gerilya masuk daerah RI.
- Wilayah
RI menjadi semakin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan
Belanda.
- Terjadi
Hijrah TNI ke pusat pemerintahan di Yogyakarta.
- Terjadinya
pemberontakan DI/TII.
- Terjadinya
pemberontakan PKI di Madiun 1948.
- Jatuhnya
kabinet Amir Syarifudin diganti dengan Moh.Hatta.
Dalam perjanjian Renville, PBB membentuk "
Komisi Tiga Negara (KTN) yaitu negara Amerika, Australia dan Belgia untuk
menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda
4. Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem (Indonesia) dan Herman van Roijen (Belanda). Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan HamengkuBuwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia)
Isi Perjanjian Roem Royen di Hotel Des Indes di jakarta, antara lain:
- Tentara bersenjata Republik Indonesia harus menghentikan aktivitas gerilya.
- Pemerintah Republik Indonesia turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).
- Kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke YogyakartaTentara bersenjata Belanda harus mengehentikan operasi militer dan pembebasan semua tahanan politik.
- Kedaulatan RI diserahkan secara utuh tanpa syarat.
- Dengan menyetujui adanya Republik Indonesia yang bagian dari Negara Indonesia Serikat.
- Belanda memberikan hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada pihak Indonesia.
Peristiwa-peristiwa
penting realisasi Roem-Royen Statement adalah sebagai berikut:
- Penarikan
tentara Belanda secara bertahap dari Yogyakarta dari 24 Juni sampai 29
Juni 1949.
- Pemerintah
RI kembali ke Yogyakarta tanggal 1 Juli 1949.
- Presiden,wakil
presiden dan para pejabat tinggi Negara kembali ke Yogyakarta tanggal 6
Juli 1949.
- Jendral Sudirman kembali ke Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949.
5.Konferensi Meja Bundar
KMB dilaksanakan
di kota Den
Haag pada tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Hadir dalam pertemuan ini
adalah perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor
Federaal Overleg), yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di
kepulauan Indonesia.
Hasil dari persetujuan
KMB adalah sebagai berikut:
- Belanda
menyerahkan dan mengakui kedaulatan Indonesia tanpa syarat dan tidak dapat
ditarik kembali
- Indonesia
akan berbentuk Negara serikat (RIS) dan merupakan uni dengan Belanda.
- RIS
mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak konsesi dan izin baru
untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
- RIS
harus menanggung semua hutang Belanda yang dibuat sejak tahun 1942.
- Status
karisidenan Irian akan diselesaikan dalam waktu 1 tahun setelah penyerahan
kedaulatan RIS.
- Makna dari Persetujuan KMB yaitu merupakan babak baru dalam perjuangan sejarah Indonesia. Meskipun merupakan Negara serikat tetapi wilayahnya hampir mencakup seluruh Indonesia. Eksistensi pemerintah RI di mata dunia internasional makin kuat.
Indonesia terdiri dari
Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
- BFO
dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
- Belanda
diwakili Mr. van Maarseveen.
- UNCI
diwakili oleh Chritchley.
Setelah melakukan
perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi tersebut. Hasil
dari KMB adalah sebagai berikut:
- Belanda
mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
- Pengakuan
kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
- Masalah
Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah
pengakuan kedaulatan RIS.
- Antara
RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang
dikepalai Raja Belanda.
- Kapal-kapal
perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet
akan diserahkan kepada RIS.
- Tentara
Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang TentaraKerajaan
Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa paraanggotanya
yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
- Konferensi
Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagi bangsa
Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa
Indonesia, sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia.
Pelaksanan KMB dapat
memberikan dampak bagi beberapa pihak. Dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi
Indonesia adalah sebagai berikut:
- Belanda
mengakui kemerdekaan Indonesia.
- Konflik
dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
- Irian
Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
- Bentuk
negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi
- Kemerdekaan
17 Agustus 1945.
0 komentar:
Posting Komentar