Kamis, 27 Agustus 2020

IPS : Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan (Diplomasi)

 

Diplomasi untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia:

1. Perundingan Hooge Veluwe

Perundingan dilaksanakan di Hooge Veluwe pada tanggal 14-24 April 1946. Perundingan Hooge Veluwe membahas pokok permasalahan, antara lain:

  1. Substansi konsep perjanjian atau protokol sebagai bentuk kesepakatan penyelesaian persengketaan yang akan dihasilkan nantinya oleh perundingan Hoge Veluwe.
  2. Membahas yang diajukan dalam konsep protokol Belanda seperti Persemakmuran (Gemeenebest); negara merdeka (Vrij-staat).
  3. Membahas struktur negara berdasarkan federasi.
  4. Membahas mengenai batas wilayah kekuasaan de facto RI, yang hanya meliputi pulau Jawa.

2. Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati dilakukan pada tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon, dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris.Pada 7 Oktober 1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah Indonesia dan Belanda ke meja perundingan yang berlangsung di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini masalah gencatan senjata yang tidak mencapai kesepakatan akhirnya dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin oleh Lord Killearn. Hasil kesepakatan di bidang militer sebagai berikut:

Tokoh Perjanjian Linggarjati

·         Pemerintah Indonesia, diwakili oleh Sutan Syahrir (ketua), A. K. Gani, Susanto Tirtoprojo, Mohammad Roem.

·         Pemerintah Belanda, diwakili oleh Wim Schermerhorn (ketua), H. J. van Mook, Max van Pool, F. de Boer.

·         Pemerintah Inggris, selaku mediator atau penengah diwakili oleh Lord Killearn.

  • Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
  • Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.

Hasil Perundingan Linggarjati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya sebagai berikut:

  • Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura.
  • Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
  • Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.
  • Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia – Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.

3. Perjanjian Renville

Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang terjadi pada tanggal 18 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung PriokJakarta. Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin

Isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut:

  • Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai dengan terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
  • Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah federal.
  • RIS mempunyai kedudukan sejajar dengan Negara Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda.
  • Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS.

Kerugian-kerugian yang diderita bangsa Indonesia dari perjanjian Renville adalah sebagai berikut:

  • Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya Negara Indonesia serikat melalui masa peralihan.
  • Indonesia kehilangan sebagian daerahnya karena garis Van Mook terpaksa harus diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda.
  • Pihak republik harus menarik seluruh pasukannya yang ada di daerah kekuasaan Belanda dan dari kantong-kantong gerilya masuk daerah RI.
  • Wilayah RI menjadi semakin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan Belanda.
  • Terjadi Hijrah TNI ke pusat pemerintahan di Yogyakarta.
  • Terjadinya pemberontakan DI/TII.
  • Terjadinya pemberontakan PKI di Madiun 1948.
  • Jatuhnya kabinet Amir Syarifudin diganti dengan Moh.Hatta.

Dalam perjanjian Renville, PBB membentuk " Komisi Tiga Negara (KTN) yaitu negara Amerika, Australia dan Belgia untuk menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda

4. Perjanjian Roem-Royen

Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasiMohammad Roem (Indonesia) dan Herman van Roijen (Belanda). Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan HamengkuBuwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia)

Isi Perjanjian Roem Royen di Hotel Des Indes di jakarta, antara lain:

  • Tentara bersenjata Republik Indonesia harus menghentikan aktivitas gerilya.
  • Pemerintah Republik Indonesia turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).
  • Kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke YogyakartaTentara bersenjata Belanda harus mengehentikan operasi militer dan pembebasan semua tahanan politik.
  • Kedaulatan RI diserahkan secara utuh tanpa syarat.
  • Dengan menyetujui adanya Republik Indonesia yang bagian dari Negara Indonesia Serikat.
  • Belanda memberikan hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada pihak Indonesia.

Peristiwa-peristiwa penting realisasi Roem-Royen Statement adalah sebagai berikut:

  • Penarikan tentara Belanda secara bertahap dari Yogyakarta dari 24 Juni sampai 29 Juni 1949.
  • Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta tanggal 1 Juli 1949.
  • Presiden,wakil presiden dan para pejabat tinggi Negara kembali ke Yogyakarta tanggal 6 Juli 1949.
  • Jendral Sudirman kembali ke Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949.

5.Konferensi Meja Bundar

KMB dilaksanakan di kota Den Haag pada tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Hadir dalam pertemuan ini adalah perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.

Hasil dari persetujuan KMB adalah sebagai berikut:

  • Belanda menyerahkan dan mengakui kedaulatan Indonesia tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali
  • Indonesia akan berbentuk Negara serikat (RIS) dan merupakan uni dengan Belanda.
  • RIS mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
  • RIS harus menanggung semua hutang Belanda yang dibuat sejak tahun 1942.
  • Status karisidenan Irian akan diselesaikan dalam waktu 1 tahun setelah penyerahan kedaulatan RIS.
  • Makna dari Persetujuan KMB yaitu merupakan babak baru dalam perjuangan sejarah Indonesia. Meskipun merupakan Negara serikat tetapi wilayahnya hampir mencakup seluruh Indonesia. Eksistensi pemerintah RI di mata dunia internasional makin kuat.

Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.

  1. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
  2. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
  3. UNCI diwakili oleh Chritchley.

Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi tersebut. Hasil dari KMB adalah sebagai berikut:

  • Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
  • Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
  • Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
  • Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
  • Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
  • Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang TentaraKerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa paraanggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
  • Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia, sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia.

Pelaksanan KMB dapat memberikan dampak bagi beberapa pihak. Dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia adalah sebagai berikut:

  • Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
  • Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
  • Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
  • Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi
  • Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Terima kasih sudah membaca artikel ini, semoga bermanfaat.
jangan lupa tinggalkan jejak dikolom komentar sebagai motivasi penulis untuk terus berkarya.
nantikan juga artikel selanjutnya yaa..

0 komentar:

Posting Komentar